DPRD TULUNGAGUNG – Pansus III DPRD Tulungagung melakukan publik hearing dengan komunitas disabilitas, Kamis (2/12). Rapat dengan pendapat ini berujuan agar komunitas disabilitas memberi masukan terkait Ranperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas.
Ketua Pansus III DPRD Tulungagung, Fuad Fuad Ashari, menyatakan semua usulan yang disampaikan komunitas disabilitas akan ditindaklanjuti dalam pembahasan lanjutan Ranperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas.”Semua usulan akan menjadi masukan bagi kami di Pansus III dalam membahas Ranperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas. Kami ingin nanti setelah perda ini disahkan Tulungagung ramah disabilitas,” ujarnya.
Ia pun menyebut usulan agar kantor pemerintahan, swasta dan fasilitas publik, termasuk Kantor DPRD Tulungagung harus juga ramah disabilitas merupakan konsekuensi jika ranperda tersebut sudah ditetapkan menjadi perda. “Perlu sinergitas lintas sektoral ketika diberlakukan dapat terlaksana,” tuturnya.
Rencananya, Ranperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas akan ditetapkan atau disahkan menjadi perda pada akhir bulan ini. Fuad berharap dengan disahkannya ranperda tersebut menjadi perda pemerintah akan lebih berpihak pada penyandang disabilitas.
Sebelumnya, anggota Pansus III DPRD Tulungagung, Heru Santoso, menandaskan pembuatan Ranperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas agar penyandang disabilitas menjadi subyek dalam pembangunan di Tulungagung. Tidak hanya sebagai obyek.
“Jadi harus menjadi pelaku juga. Ada pengarusutamaan difabel,” ucapnya.
Sementara itu, saat publik hearing berlangsung, Ketua Percatu Tulungagung, Didik Prayitno berharap agar agar kantor pemerintah, swasta dan fasilitas publik di Tulungagung ramah bagi mereka. Selama ini hanya ada sebagian bangunan di Kota Marmer yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas tersebut.
“Kami berharap dengan nanti ada perda tentang disabilitas perkantoran pemerintah atau pun swasta khususnya yang berlantai dua dapat ramah disabilitas. Selama ini di kantor pemerintah, bahkan di kantor DPRD Tulungagungi belum ada akses untuk itu,” ujarnya.
Ia menyebut penyandang disabiitas tidak menuntut yang berlebihan pada pemerintah. Mereka hanya ingin kesamaan dan kesetaraan. “Kami pun sadar jika kantor atau fasilitas publik dijadikan ramah disabilitas butuh juga anggaran yang besar. Tetapi kami yakin itu dapat terealisasi dengan skala prioritas,” sambungnya.
Sedang Ketua Perkumpulan Disabilitas Mandiri Tulungagung (PDMT), Diah, menginginkan tidak hanya dalam bentuk bangunan fisik saja yang ramah disabilitas, tetapi juga pemerintah dapat memfasilitasi pemberdayaan ekonomi. Termasuk bagi penyandang disabilitas di desa yang bisa menggunakan dana desa.
“Kami ingin setiap desa juga menganggarkan dana untuk pemberdayaan disabilitas. Yang kami tahu baru ada lima desa yang peduli disabilitas. Meski mereka memberi peralatan kami sudah senang,” paparnya.