DPRD TULUNGAGUNG – Komisi D DPRD Tulungagung mendukung imbauan Pemkab Tulungagung agar warga atau masyarakat tidak bermain layang-layang di dekat jaringan listrik milik PLN. Masalahnya, bermain layang-layang di sekitar jaringan listrik tersebut berbahaya dan berpotensi menimbulkan peningkatan gangguan padam listrik.
Ketua Komisi D DPRD Tulungagung, H Abdulah Ali Munib SH, Jumat (28/8), menyatakan imbauan Pemkab Tulungagung yang meminta masyarakat untuk tidak bermain layang-layang di sekitar jaringan listrik patut didukung. “Imbuan tersebut agar tidak terjadi pemadaman listrik akibat layang-layang yang nyangkut di jaringan listrik dan membahayakan keselamatan,” ujarnya.
Ia juga mengimbau masyarakat jika ingin bermain layang-layang harus di tempat yang lapang dan bebas dari segala potensi yang membahayakan. Jangan di sekitar jaringan listrik, apalagi jaringan listrik bertegangan tinggi. “Jadi imbuan ini untuk keselamatan dan keamanan kita bersama,” sambungnya.
Pemkab Tulungagung pada tanggal 14 Agustus 2020 telah mengeluarkan imbuan terkait bahaya layang-layang di Kabupaten Tulungagung melalui surat edaran bernomer 671.II/857/021/2020. Surat tersebut ditujukan Kepala OPD se Kabupaten Tulungagung serta Camat se Kabupaten Tulungagung dan ditandatangani oleh Sekda Tulungagung, Drs Sukaji MSi.
Disebutkan dalam surat itu, agar warga masyarakat menghindari bermain layang-layang di dekat jaringan listrik PLN dan menghindari bermain layang-layang yang mengarah mengenai jaringan listrik PLN. Hal ini untuk menjaga keselamatan dan keamanan masyarakat terhadap bahaya jaringan listrik bertegangan tinggi 20.000 volt serta kelancaran suplai tenaga listrik yang dibutuhkan masyarakat untuk menggerakkan roda perekonomian.
Selanjutnya, di surat tersebut tertulis pula sanksi bagi pemain layang-layang yang mengenai jaringan listrik dan mengakibatkan padam listrik. Mereka akan dijerat Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan pasal 51 ayat 1 dan 2 yang ancaman hukumannya paling lama tiga tahun atau lima tahun pidana penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta atau Rp 2,5 miliar.